Banyak
permasalahan yang terjadi saat ini. Dan banyak pula penanganan yang dilakukan
untuk menuntaskan masalah tersebut. Namun, permasalahan tersebut seakan sebuah
harga mutlak yang tidak dapat dihilangkan dari muka bumi ini. Mengapa demikian?
Problem solve yang ada seakan hanya memiliki dua kemungkinan. Pertama, problem solve yang dilaksanakan
hanyalah legitimasi belaka. Hanya sebuah bentuk peningkatan eksistensi kepada masyarakat luas bahwa sekumpulan
orang yang kita sebut dengan government sudah
turut andil dalam masalah tersebut. Problem solve yang dilaksanakan hanya
sebuah kewajiban “yang penting terlaksana” dengan tujuan meningkatkan pamor agar
dipercaya untuk selanjutnya.
Menjaga
kepercayaan. Ada banyak tafsiran mengenai hal ini sekarang. Bagi masyarakat
luas, menjaga kepercayaan didefinisikan dengan suatu tindakan menjaga
keberlangsungan pelimpahan tugas kepada seseorang yang dimandati. Namun, yang
perlu diperhatikan disini adalah cara menjaga kepercayaan tersebut. Penulis
yakin, banyak dari Anda yang sudah mengerti akan hal ini. Ketika suatu waktu,
presiden Indonesia mengunjungi sekolah Anda, apakah yang akan dilakukan sekolah
Anda untuk mempersiapkan hal tersebut? Pasti dan yakin seluruh elemen sekolah
Anda akan “dibenahi”. Definisi dibenahi disini tidaklah sesuai dengan fakta
yang terjadi. Bahkan biasanya, berbagai kegiatan yang tampak biasa akan
dilebih-lebihkan, yang selanjutnya mengarah pada pembohongan publik. Penulis
disini tidak bermaksud untuk menjugde
bahwa hal ini salah, namun hanya sekadar ingin beropini.
Kedua, pelaksanaan problem solve
biasanya ditujukan untuk melancarkan suatu aliran dana tertentu. Maksud dari
hal ini adalah ketika kita melaksanakan suatu kegiatan pasti akan ada biaya
yang dikeluarkan. Nah, pada saat pembuatan dana ini, terkadang dilebihkan
dengan dalil mencegah terjadi defisit, namun
faktanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dana berlebih tersebut
biasanya digunakan untuk mempermudah akses mereka bersosialisasi dengan orang
lain (baca : lobbying). Jika lobbying ini dilaksanakan demi keberlangsungan
hidup umum (baca : orang banyak), maka tidak akan begitu bermasalahan, namun
jika lobbying dilakukan demi hanya kepentingan pribadi atau kelompok dengan
dana yang bukan dari mereka sendiri, apakah hal ini tidak salah?
Permasalahan
seperti diatas itulah yang sering terjadi di masyarakat secara umum. Walau
nampaknya sepele, namun dampaknya luas bagi kehidupan. Jika kita tarik ke
belakang lagi, maka semua akar permasalahan ini adalah attitude pada manusianya
sendiri. Bayangkan jika attitude manusia berada dalam posisi yang benar, maka
dengan sistem bagaimanapun manusia tidak akan terpengaruh, bahkan dapat
menyeleksinya.
Penulis
menuliskan ini, karena termotivasi oleh cerita dari seorang mahasiswa dari
Belanda yang pada hari ini bercerita di dalam kelas penulis tentang negara asalnya.
Ia menjelaskan bahwa prostitusi dilegalkan di sana. Mungkin akan terpikir
banyak pandangan kontra dalam benak Anda. Namun, saya perlu menjelaskan sesuatu
mengenai hal ini. Penulis juga termotivasi oleh dosen Bahasa Inggris penulis.
Berapa banyak hukum yang dibentuk di Indonesia saat ini? Dan berapa banyak
hukum yang dilanggar saat ini? Pernah terbesit mengapa segala bentuk kejahatan
semakin lama semakin beranekaragam? Prostitusi Online, Penjualan Bayi Online
dan lain sebagainya. Hal ini terbentuk karena pemerintah tidak melegalkan
tindakan tersebut dalam keadaan konvensional. Ketidaklegalan ini memicu
masyarakat untuk bertindak kreatif dan melakukan gerakan bawah tanah sehingga sulit untuk dideteksi oleh penindak
hukum. Sekarang, coba bayangkan apabila hal tersebut dilegalkan, maka mereka
akan tetap berada dalam trek tersebut, cara tersebut, dan mudah untuk dipantau
oleh masyarakat. Mereka tidak akan berpikir lebih untuk melaksanakan gerakan
rahasia-rahasia lainnya apalagi dengan media online.
Namun, jika dibiarkan apakah tidak akan merusak yang lainnya?
Nah,
disinilah inti pembicaraan hari ini. Manusia memang tidak luput akan kesalahan.
Namun, kita harus yakin bahwa manusia yang baik pasti bisa berada dalam
posisinya, walau terkadang salah, namun intensitas itu tidak memicu timbulnya
kriminalitas sebagaimana jika ketidaklegalan itu diketuk palu. Kita perlu ingat
bahwa suatu keadaan tidak akan berkembang jika tidak ada manusia yang mendukungnya. Jadi, jika
attitude manusia itu benar, maka bagaimanapun kondisi diluar sana, akan berada
dalam keadaan setimbang.
Bayangkan
jika sistem yang diubah, namun manusianya tetap dalam keadaan buruk. Manusia
adalah aktor dalam segala kegiatan, sehingga mereka bisa mengubah semua
skenario sistem yang telah ditetapkan. Bukankah hal ini percuma? Sekarang,
beradalah dalam posisi netral, inilah yang biasa penulis lakukan untuk menilai
sesuatu. Apakah yang akan Anda pilih? Memperbaiki manusianya atau memperbaiki
sistemnya?
Mungkin
masih ada yang berpikir bahwa pengaruh lingkungan akan lebih kuat
sebagaimanapun perbaikan manusianya. Mungkin masih ada yang berasumsi bahwa
sifat muatan listrik, ada dalam diri manusia. Namun, bukankah itu bisa
dihilangkan dengan meningkatkan keimanan kita dan akhlak, budi pekerti kita?
Sehingga, kembali lagi penulis bertanya, apakah sistem atau manusianya yang
perlu diubah dan diperbaiki?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas saran, kritik, komentar dan tanggapan dari kalian. Semoga bisa menjadikan blog ini semakin baik.